Minggu, 27 Maret 2016

Ketika Aku dan Engkau Bertemu Kembali

Hari itu, Senin, 13 Setember  2010 atau 4 Syawal 1413 kawan-kawanku  semasa menimba ilmu di MAK dulu mencoba merajut kembali kenangan masa lalu saat menempuh pendidikan di MAK, istilah kerennya ‘reuni’. Alhamdulillah dari undangan via email, sms, bahkan iklan di surat kabar sebagian besar bisa hadir dengan membawa istri dan anak-anak mereka.
Kenangan dan cerita lama pun mengalir dari mulut mereka. Dari jam pelajaran yang tak pernah tuntas, artinya kembali pulang ke rumah sebelum semua jam pelajaran usai. Bayangkan, masuk 07.00 tapi pulang pukul 10.00, betul-betul gokil mereka..hahaha.
Ada juga yang suka ngantukan, masak dari jam pertama sampai pulang, kerjaanya tidur melulu. Bener-bener nih anak…hhihihi. Sampai-sampai ada guru yang menyuruhnya tidur didepan kelas, eh..malah dia dengan santainya mengikuti perintah itu. “Taat perintah guru..” katanya. Hahaha..
Ada juga cerita yang agak sadis, ya..akibat perbuatan mereka sendiri, menulis kata-kata agak ‘porno’ (maaf) di papan tulis. Kepala mereka pun di tumbuk (ditubrukkan) ke kapala yang lain. Pusinglah kepala mereka..hihihi. (mohon jangan ditiru).
Ada juga cerita dari salah satu mereka  yang senengnya utang. Mereka pun meledaknya, “ masih suka ngutang gak sekarang ?”..hehehe
Ketika jam kosong alias guru tidak hadir, rame-ramelah kita bermain sepakbola dilapangan. Ada juga yang memasak nasi didapur, lalu ditinggal ikut main sepak bola. Jadinya, gosonglah itu nasi, tapi enak katanya, Alhamdulillah..hehe
Aku sendiri tak ada kenangan yang patut diceritakan karena memang dulu tidak begitu populer dan menonjol diantara mereka disamping juga pendiam (melas nemen tha...hihihi).
Begitulah cerita kenangan yang mencoba digambarkan dan diilustrasikan kembali pada hari itu. Ku lihat, rona kebahagiaan dan kesuksesan tergambar dari wajah mereka, ada yang sudah berkeluarga mempunyai anak dan istri. Sedangkan yang sampai saat ini belum berkeluarga diledekin oleh mereka yang sudah berkeluarga, termasuk aku. (apes tenan..!hihihi..).
Reuni
Re artinya kembali, Uni artinya satu dari perhitungan uno, duo, tres, quattor dst (satu, dua, tiga, empat dst).Jadi reuni=menjadi satu kembali....secara lebih bebas bersatu kembali, yang dulu satu pernah berpisah dan kini reuni bersatu kembal
Menurutku reuni adalah pertemuan kembali antar manusia yang lama tak bertemu karena terhalang ruang dan waktu disebabkan kesibukan atau hal yang lain, merajut kembali cerita masa lalu dengan tujuan untuk mempererat dan memperkokoh tali persaudaraan yang sempat terputus dan mengingat memori yang sempat hilang.
Cendekiawan Nurcholish Majid pernah mengatakan bahwa reuni (mudik) merupakan fenomena kembali ke asal. Kembali ke asal, karena disanalah setiap orang akan menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan bertemu dengan kawan lama dengan sekejap telah dapat menghilangkan segala keluhan dan keruwetan hidup yang sedang di alami.
Menarik juga apa yang pernah disenandungkan oleh John Howard Payne melalui lagunya yang sangat terkenal: ‘ Ditengah kemewahan dan istana-istana, kemanapun kita mengembara, sekailpun amat sederhana, tidak ada tempat yang lebih indah dari pada rumah kita sendiri (home sweet home) ‘. Rumah dimana kita pernah menimba ilmu, bercanda dan kadang sedihpun kita rasakan bersama.
Oh, ya..Acara pagi itu juga dihadiri oleh Bapak K.M. Hafidz Al-Ma’zy dan Bapak KH. Muhadi Noor yang masing-masing memberikan tausiah dan wejangan yang sangat bermanfaat untuk bekal hidup. Kata Yi Hafidz (begitulah kami biasa menyapa): “ Kalau anda semua ingin hidup sukses, lancar dan rizki mengalir melimpah, bacalah istighfar sebanyak 313 kali sehabis sholat maktubah.” Ditambah kisah-kisah beliau yang mengharubiru diawal-awal ketika beliau mengajar.
Lain lagi yang disampaikan pak Muhadi (sapaan akrab kita kepada beliau): “ kalau saya biasa memperbanyak membaca Al-Quran disetiap waktu juga selalu berusaha untuk selalu sholat  berjamaah. Alhamdulillah, musim haji nanti saya dan anak saya akan naik haji tahun ini. Mungkin untuk yang kelima kalinya saya haji.” Sebuah motivasi hidup yan sangat berguna untuk bekal hidup teman-teman nanti.
Bukan titik yang menyebabkan tinta,
Tapi tinta yang menyebabkan titik.
Bukan cantik yang menyebabkan cinta,
Tapi cintalah yang menyebabkan cantik. 
Semoga, cinta kita atas nama persahabatan akan mempercantik peersaudaraan kita, kawan.
Sampai berjumpa kembali pada reuni tahun depan, ku tunggu cerita hidup kalian.

Karya:Ben Zabidy
8:19,28/03/2016

Jodoh Itu Unik

Karya: Much Hidayat
2:06, 28/03/2016

Seringkali yang dikejar-kejar menjauh.
Yang tak disengaja mendekat.
Yang seakan sudah pasti menjadi ragu.
Yang awalnya diragukan menjadi pasti.
Yang ternilai jadi biasa.Yang tak dinilai jadi bernilai.

Yang selalu diimpikan,
tak berujung pernikahan
Yang tak pernah terpikirkan,
bersanding di pelaminan ..

Maka, percayalah..
Jodoh itu bukan masalah seberapa lama kau mengenalnya..
Seberapa akrab kau dengan orang tuanyaAtau seberapa sering kau komunikasi dengannyaTapi,
seberapa yakin kau padaNya.
Seberapa besar kepasrahan kau dengan takdirNya.
Seberapa besar kau merayuNya.
Seberapa semangat kau menyempurnakan ikhtiar mendapatkannya.
Seberapa ikhlas saat kau gagal mendapatkannya,
lalu digantikan dengan yang lebih baik menurut versiNya.

Semoga Sahabat yang sedang dalam penantian, semakin yakin dengan takdir Allah. Semakin semangat menjemput belahan jiwanya. Aamiin Ya Robbal'alamiin.
Subhanallah Semoga yang like dan mengaminkan langsung mendapatkan jodoh sesuai yang ia kehendaki. Aamiin

Pelaminan Cinta

Karya: Budi Hardjono
1:33,28/03/2016
Sedulurku tercinta,sebagaimana saya tulis dalam catatan sebelumnya dalam hal lagu “sluku-sluku bathok”,dimana banyak versi.Maka sebagai pengkayaan ilmu,perlu kita sambangi versi yang lain itu.”Sluku-sluku bathok”,ada yang bersal dari “ghuslu-ghuslu bathnaka”,yang artinya bersihkanlah batinmu.”Bathoke ela-elo”,ini berasal dari “Bathnaka lailaha illah”,yang artinya batin yang musti ditempuh dengan kalimah “Lailaha Illallah”,tiada Tuhan selain Gusti Allah.”Si rama menyang solo”,ini berasal dari “sirru man ma’a man sholla”,berjalanlah bersama dengan orang yang bershalawat.Bershalawat dengan cara “kinthil” sama Gusti Kanjeng Nabi Muhammad saw.Untuk apa? Untuk memperoleh cintanya Gusti Allah dan ampunanNya.
Dua hal di atas sungguh amat penting kaitannya dengan diri kita,soalnya setiap kita merasa rendah hati bahwa amal baik kita tidak seberapa,bila dihubungkan dengan harapan sorga maka tidaklah layak.Pada sisi lain,dosa kita banyaknya tak terhingga bagai pasir di pantai,namun betapa lemah diri bisa ancaman neraka itu tiba,tidak kuat.Tangis ini dikidungkan oleh Syeikh Abu Nuwas atau Abu Nawas:Ilahilastu Lil Firdausi Ahla,Wala Aqwa Alannaril Jahimi.Senada dengan ini,jauh sebelumnya Nabi Adam as juga menangis dengan doanya:Robbna Dholamna Anfusana Wainlam Taghfirlana Watarhamna Lanakunanna Minal Khosirin.Kedaaan inilah yang menjadikan kita musti menapaki jalan dengan “ittiba’” Rasul,karena rahmat dua hal itu turun dengan jalan ini.Qul Inkuntum Tuhibbunallaha Fattabi’uni Yuhbib Kumullah Wayaghfirlaku Dzunubakum,Wallahu Ghafururrahim.
“Lailaha Illallah Hayun wa Mautun”,ini menjadi “oleh-olehe payung munto”,kalimah thayyibah itu musti dibawa dalam hidup sampai mati.”Mak jenthit lolobah”,ini menjadi “Man dzalika muqorrobah,” Orang yang selalu membawa kalimah thayyibah itu merupakan bentuk “ndepe-dephe” atau “taqarrub”.”Wong mati ora obah”,ini berasal dari “Hayyun wa Mautun Inna lillah”,yang artinya bahwa hidup dan mati itu semua dikembalikan kepada Gusti Allah.”Nek obah medeni bocah”,ini bersal dari “Mahabbah Makhrajahu Taubah”,yang berarti bahwa jalan mahabbah itu diawali dengan cara bertaubat,hal ini sebagai “gladi bersih” dalam suluk.”Yen urip goleko duwit”,ini berasal dari “Yasrif,Inna kholaqnal insana min dafiq”,yang artinya bahwa Mahabbah itu sebuah kemulyaan hidup,dimana manusia yang bersal dari “mani” yang wujudnya hina namun menjadi mulya karena menjelma Cinta.
Kawan-kawan,menyampaikan sebuah nilai atau nasehat melalui perpaduan peradaban ini merupakan “jalan damai” yang lebih bisa diterima oleh masyarakat,karena cara ini merupakan bentuk “pelaminan peradaban”,yang menjadi “win-win solution” dalam tawar-menawar nilai pada kehidupan,dimana dan kapan saja.Dan di Nusantara,hal demikian sudah berjalan dalam sejarah yang teramat panjang,sehingga Islam Nusantara bukan hasil dari pengembangan melalui peperangan,namun melalui persuasi budaya,yang sangat lembut rasanya.Inilah rahasianya,di Nusantara tidak gampang disulut perpecahan atau api peperangan karena memang pondasi masyarakat tidak dihasilkan dari ekspansi perang


Batik Cinta

Karya: Budi Hardjono
1:33,28/03/2016
Sedulurku tercinta,keindahan alam di Nusantara ini mengajarkan dalam banyak hal sebagaimana tercermin pada warna peradabannya.Misalnya masakan,pada satu sini ditentukan oleh kekayaan bahan rempah,namun pada sisi lain karena lidah orang Nusantara ini “lidah orkestra”,yang bisa begitu banyak mencercap dunia rasa.Dalam musik juga demikian,orkestra Gamelan adalah musik paling banyak jumlah alatnya dan ini bergandengan dengan telinga yang memang orkestratif.Bunga dengan bejibun keragamannya pun berkenaan dengan hidung orang Nusantara yang orkestratif mencercap aroma.Budayanya pun demikian,pada masing-masing daerah memiliki model sendiri-sendiri.Dan lagi,kekayaan dan keindahan alam ini pun melahirkan lukisan,dan lukisan ini pun dipakai oleh orang Nusantara dalam wujud busana “Batik”.
Batik,merupakan budaya asli Nusantara yang memiliki motif dengan keragaman hias sebagai simbol yang memiliki maksud,alasan,atau tujuan tertentu. Hal ini pernah saya diskusikan

Ruh Cinta


Karya: Budi Hardjono
1:04,28/03/2016


Sedulurku tercinta, satu

hembusan angin menjadikan debu beterbangan, musim-musim berganti, sejarah

bergerak. Bagi orang yang memiliki pandangan tajam, maka akan tahu bahwa tak

ada yang terlepas dari hembusan sang angin. Sekecil debu dan sebesar galaksi, sekuntum
kembang dan sebesar mekarnya kehidupan, sekecil diri dan sebesar bangsa, maka
menyaksikan semuanya tergelar pada jantera semesta, namun mata dalam melihat
semuanya dikarenakan hembusan sang angin, Sang Angin, Sang Ruh. Mata lahir
dengan “nyata” bahwa semuanya digerakkan oleh Sang Ruh, memang mata luar tak
melihat atas betuk angin, namun mata dalam “yakin” akan sebab Sang Ruh ini.Bila Sang Ruh sebagai

sebab pertama, maka semua kejadian yang mengemuka sebagai sebab kedua. Bila

mata luar kita melihat sebab kedua, maka akan nampak pandangan “dualitas”,

“Keseluruhan”. Bila pandangan kita terarah pada sebab kedua maka akan lahir
namun bila kita punya pandangan sebab pertama akan punya pandangan
lahir kepasrahan “begitulah”. Ilmu yang seperti ini bagi orang Jawa disebut
selalu pertanyaan “kenapa”, namun bila kita punya pandangan sebab pertama akan
kita akan punya kesadaran pandangan Keseluruhan itu, bahwa semua digerakkan
“wang-sinawang”, artinya setiap gerak kehidupan ini atas genggaman Tuhan, dan
oleh Sang Ruh.
Sekali kita keluar dari
koridor ini, maka akan lahir pertentangan yang lahir atas pandangan “dualitas”

hidup, sehingga bila muncul dalam diri akan lahir perang di “dalam” diri, bila

organisasi, bila sejauh dalam agama akan lahir perang, baik perang di dalam
keluarga akan lahir konflik keluarga, bila organisasi akan muncul konflik
seagama, sejauh diluar agamanya, dan bangsa-bangsa. Memang, sebab kedua yang